Ara' 'Ulama al-Mazahib al-Fiqhiyah al-Islamiyah fi Tauliyah al-Mar'ah al-Manasib al-'Ulya fi al-Daulah : Dirasah Muqaranah
DOI:
https://doi.org/10.32534/amf.v2i1.1332Kata Kunci:
Ulama, Madzhab, al-Mar’ah, al-DaulahAbstrak
Laki-laki dan perempuan dibedakan dalam sisi ciptaan, bentuk, tugas, serta tanggung jawab terhadap keduanya sesuai dengan fitrah dan nalurinya, sepertimana yang dinyatakan dalam firman-Nya: (Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan). Maka diitetapkanlah bagi laki-laki apa yang sesuai dengan fitrahnya dan begitu pula bagi perempuan apa yang sesuai dengan fitrah dan tabiatny atau sifat dasar. Dengan demikian terlihat jelas bahwa Islam menjaga kepentingan perempuan sepertimana terhadap laki-laki karena perempuan adalah saudara terhadap laki-laki. Selain itu, perempuan juga memiliki peranan penting dalam Islam dimana Islam memberi perhatian penuh terhadap segala aspek baik aspek kehidupan ataupun urusan hidup mereka lainnya seperti thaharah, shalat, puasa, pernikahan, talak dan lain sebagainya. Namun pada saat ini terdapat satu permasalahan yang seringkali masih diperdebatkan oleh sebagian orang atau golongan mengenai persoalan kebolehan wanita menjadi seorang pemimpin sebuah negara. Dalam hal ini, terdapat dua pandangan dimana pandangan pertama menyatakan kebolehannya dan golongan kedua menyatakan ketidak bolehannya. Oleh sebab itu, penlitian ini sejatinya akan membahas mengenai hukum seorang perempuan menjadi pemimpin suatu negara berdasarkan empat madhab fiqh berlandaskan kepada hujjah masing-masing madhab baik dari ayat-ayat al-Qur’an, hadits dan lain sebagainy. Kemudian, pada bagian akhir pembahasan, penulis akan mencoba memberikan kesimpulan serta pandangan yang rajih daripada masing-masing pandangan madhab.